Teluk Yotefa
Letaknya yang melingkari sisi timur kota Jayapura dan diapit hutan bakau/mangrove menjadikan Teluk Yotefa sebagai tempat berkembang-biota air seperti udang, kepiting dan udang serta memberikan panorama yang memukau di kawasan perairan Jayapura (Gambar 1).


Potensi ekosistem mangrove Yotefa
Pada garis pantai yang masih terlindung, potensi mangrove yang ada masih berada dalam kondisi yang baik kurang lebih sekitar 200m ketebalannya dari garis pantai dan sedikitnya terdapat tujuh jenis mangrove antara lain Nypa fruticans (Nipa), Rhizopora apiculata (Mangi-mangi), R. mucronata (Mangi-mangi), Ceriops tagal (Lolaro), Sonneratia alba (Lolaro), S. caseolaris (Lolaro) dan S. ovata (Lolaro).
Dari komposisi mangrove yang ada, selain merupakan habitat bagi biota air di sekitarnya, juga dimanfaatkan oleh jenis burung tertentu sebagai habitat mereka juga. Beberap jenis burung yang sempat diamati di sekitar kawasan, antara lain Pandion haliaetus (Elang tiram), Alcedo azurea (Raja udang biru langit), A. atthis (Raja udang erasia), Egretta garzetta (Kuntul kecil), E. sacra (Kuntul karang), Gygis alba (Dara laut putih), Paradisaea apoda (Cenderawasih besar), Eclectus roratus (Nuri bayan), Lorius lorry (Kasturi kepala hitam) dan Sula leucogaster (Angsa batu coklat).
Dampak Pembangunan terhadap kelestarian Yotefa

Pada tahun 2004 hasil survey Bapedalda Kota Jayapura terhadap parameter kualitas air laut di Teluk Yotefa pada tiga lokasi yaitu daerah Abe Pantai, kawasan rekreasi Pantai Tobati dan Enggros menunjukkan hasil yang menguatirkan. Di kawasan Abe Pantai misalnya kadar minyak dan lemak mencapai 8,19 mg/lt (standar 5mg/lt). Selain itu juga terdeteksinya keberadaan kandungan logam berat Chrom (Cr) yang telah mencapai 0,01 mg/lt, Timbal (Pb) telah mencapai angka 0,03 mg/lt serta kadar Merkuri (Hg) sebesar 0,02 mg/lt yang seharusnya tidak boleh ada dalam air dengan persyaratan kualitas air sehat.

Keberadaan ketiga jenis logam berat ini diduga akibat akumulasi dalam kurun waktu tertentu sebagai akibat aktivitas berbagai usaha industri yang berkembang akhir-akhir ini di Jayapura khususnya di sekitar perairan Teluk Yotefa (Hamadi, Entrop, Kotaraja, Abepura dan Jayapura), misalnya perbengkelan kendaraan bermotor misalnya merebak dengan pesatnya di sepanjang jalur Jayapura – Abepura – Abe Pantai. Penanganan limbah bengkel, sisa olie, minyak dan cairan berbahaya lainnya yang kurang baik tanpa disadari terbawa saluran air, sungai kecil yang kesemuanya bermuara di Teluk Yotefa. Akibat limpahan sampah industri dan rumah tangga lainnya telah membuat permukaan Teluk Yotefa di bagian-bagian tertentu kelihatan seperti berminyak. Kondisi ini semakin diperburuk dengan pembuangan limbah dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura, RS Bhayangkara di Kotaraja dan RS TNI AL di Distrik Jayapura Selatan yang kesemuanya bermuara di Teluk Yotefa.

Usaha mempertahankan kondisi kawasan
Keindahan alam Teluk Yotefa bukan hanya kiasan belaka, karena Kelompok Musik Mambesak dari Universitas Cenderawasih pada masa tenarnya di tahun 80-an pernah mempopulerkan keindahan pesona alam Teluk Yotefa melalui salah satu syair lagunya. Sejalan dengan pengembangan kota Jayapura yang semakin pesat, sepertinya pesona teluk Yotefa semakin memudar, karena nampaknya orang di sekelilingnya kurang peka mendengar keluhan Yotefa yang semakin hari semakin berat memikul beban moral kepopulerannya sebagai kawasan yang memiliki pesona alam pantai yang indah.
Langkah yang ditempuh Pemkab Kota Jayapura melalui penanaman 2000 bibit pohon bakau di sekitar Yotefa pada peringatan hari Lingkungan Sedunia, 5 Juni 2007 yang lalu cukup beralasan, karena ingin mengantisipasi kemungkinan bencana alam banjir dan abrasi laut dan arus gelombang pasang seperti yang dialami oleh Negara tetangga PNG pada tahun 2005 lalu yang pada akhirnya akan dirasakan oleh rakyat kecil yang mendiami Kampung Tobati, Enggros dan kawasan pertumbuhan Entrop.
Kondisi topografi kota Jayapura memang agak unik karena daerah yang tinggi (pegunungan) ditemukan pada bagian belakang sedangkan hamparan lahan datar dan laut di bagian depannya, sehingga tidak ada pilihan lain Pemkot Jayapura harus lebih proaktif untuk memikirkan penanganan limbah cair supaya tidak mencemari laut. Dalam era sekarang ini, jika penataan tata ruang kota yang dikembangkan tidak sesuai dengan peruntukan lahan dan tanpa melalui AMDAL, “karena kontribusinya cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah,” pada akhirnya akan memberikan dampak terhadap lingkungan alam di sekitarnya seperti perubahan fisik bentang alam dan penangangan limbah yang dapat mengancam kehidupan mahluk hidup lainnya. Kerjasama antar instansi perlu dipertegas melalui pendekatan pengelolaan kolaborasi berbasis pemberdayaan masyarakat yang merupakan pemegang hak ulayat, karena jika masyarakat merasa memiliki kawasan, maka mereka akan berusaha untuk menjaga kelestarian kawasan dimana mereka tinggal. Usaha penyadaran terhadap masyarakat melalui tindakan advokasi perlu juga ditingkatkan. Semua usaha yang dilakukan perlu pula diikuti dengan upaya penegakan hukum yang serius misalnya pembuatan PERDA guna mengantisipasi tragedi lingkungan di Teluk Yotefa. Memulai sesuatu yang belum pernah dicoba memang terasa berat, tapi kalau tidak diupayakan, kapan angan-angan kan terwujud?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar